You are currently viewing Klasifikasi Harta Benda dalam Perkawinan – Harta Gono Gini, Harta Bawaan & Harta Perolehan

Klasifikasi Harta Benda dalam Perkawinan – Harta Gono Gini, Harta Bawaan & Harta Perolehan

Klasifikasi Harta Benda dalam Perkawinan – Harta Gono Gini, Harta Bawaan & Harta Perolehan

Artikel kali ini membahas terkait Klasifikasi Harta Benda dalam Perkawinan – Harta Gono Gini, Harta Bawaan & Harta Perolehan.  Simak selengkapnya dibawah ini.

Ikatan perkawinan mengondisikan adanya harta gono gini antara suami dan istri, sebagaimana tertuang dalam UU Perkawinan pasal 35 ayat 1. Namun, bukan berarti dalam perkawinan yang diakui hanya harta gono-gini. Sebab berdasarkan KHI pasal 85 dinyatakan bahwa “Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau istri”.

Harta benda dalam perkawinan ada tiga macam sebagai berikut.

 a. Harta Gono-gini

Sebagaimana telah dijelaskan, harta gono-gini dalamn perkawinan adalah “harta benda yang diperoleh selama masa perkawinan.”

Berdasarkan KHI pasal 91 ayat 1, harta gono-gini bisa berupa benda berwujud dan tidak berwujud.

  • Benda berwujud, yakni benda bergerak, benda tidak bergerak, dan surat-surat berharga (ayat 2).
  • Benda tidak berwujud, yaitu hak dan kewajiban (ayat 3).

Sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu akibat dari perkawinan terhadap harta kekayaan adalah terjadinya persatuan yang bulat sebagaimana dinyatakan dalam KUHPer pasal 119.

Suami istri harus menjaga harta gono-gini dengan penuh amanah, sebagaimana diatur dalam KHI pasal 89, Suami bertanggung jawab menjaga harta bersama, harta istri, maupun hartanya sendiri” dan Pasal 90, “Istri turut ah bertanggung jawab menjaga harta bersama maupun harta suami yang ada padanya”. Dengan kata lain, harta gono gini merupakan hak bersama yang oleh masing-masing pihak boleh dipergunakan asalkan mendapatkan izin dari pasangannya.

Dengan demikian, perlu ditegaskan lagi bahwa harta gono-gini merupakan harta yang diperoleh secara bersama oleh pasangan suami istri. Harta gono-gini tidak membedakan asal-usul yang menghasilkan. Artinya, harta dari siapa pun yang menghasilkannya atau diatasnamakan oleh siapa pun di antara mereka, asalkan harta itu diperoleh selama masa perkawinan (kecuali hibah dan warisan), maka tetap dianggap sebagai harta gono-gini.

b. Harta Bawaan

Harta bawaan adalah “harta benda milik masing masing suami dan istri yang diperoleh sebelum terjadinya perkawinan atau yang diperoleh sebagai warisan dan hadiah”.

Tentang macam harta ini, UU Perkawinan pasal 35 ayat 2 mengatur, “Harta bawaan masing-masing suami dan istri serta dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain”.

Berdasarkan ketentuan ini, suami dan istri berhak memiliki sepenuhnya harta bawaannya masing-masing, asalkan tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan Pernyataan yang sama juga diperkuat dalam KHI pasal 87 ayat 1.

Harta bawaan bukan termasuk dalam klasifikasi harta gono-gini. Suami/istri berhak mempergunakan harta bawaannya masing-masing dan juga dapat melakukan perbuatan hukum terhadapnya.

Dasarnya adalah UU Perkawinan pasal 36 ayat 2, “Mengenai harta bawaan masing-masing, suami atau istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya”.

Hal senada juga dinyatakan dalam KHI pasal 87 ayat 2, “Suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah, sedekah, atau lainnya”.

Artinya, berdasarkan ketentuan ini, harta bawaan yang dimiliki secara pribadi oleh masing-masing pasangan tidak bisa di-otak-atik oleh pasangannya yang lain.

Harta bawaan bisa saja menjadi harta gono gini jik pasangan calon pengantin menentukan hal demikian dalam perjanjian perkawinan yang mereka buat Atau dengan kata lain, perjanjian perkawinan yang mereka sepakati menentukan adanya peleburan (persatuan) antara harta bawaan dan harta gono-gini.

c. Harta Perolehan

Harta perolehan adalah “harta benda yang hanya dimiliki secara pribadi oleh masing-masing pasangan (suami istri) setelah terjadinya ikatan perkawinan.”

Harta ini umumnya berbentuk hibah, hadiah, dan sedekah. Harta ini tidak diperoleh melalui usaha bersama mereka berdua selama terjadinya perkawinan. Bedanya dengan harta bawaan yang diperoleh sebelum masa perkawinan, harta macam ini diperoleh setelah masa perkawinan.

Seperti halnya harta bawaan, harta ini juga menjadi milik pribadi masing-masing pasangan, baik suami maupun istri, sepanjang tidak ditentukan hal lain dalam perjanjian perkawinan.

Dasarnya adalah KHI pasal 87 ayat 2, “Suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah, sedekah, atau lainnya”.

Kesimpulannya, harta gono-gini jelas berbeda dengan harta bawaan dan harta perolehan. Yang hanya boleh disebut dengan harta gono-gini adalah harta yang diperoleh secara bersama-sama, baik oleh suami maupun istri, sejak perkawinan mereka mulai dilangsungkan.

Ketentuan ini tidak berlaku jika pasangan pengantin membuat perjanjian perkawinan, entah isinya menggabungkan harta keduanya atau justru memisahkannya. Demikian artikel kali ini tentang klasifikasi harta benda dalam perkawinan.

Apabila anda membutuhkan jasa pengacara, anda dapat menghubungi kami, Japline.

Japline merupakan layanan jasa pengacara online dengan ruang lingkup pekerjaan mulai dari konsultasi hukum, pengerjaan dokumen hukum/kontrak, somasi, pembuatan gugatan, dan pendampingan perkara secara online dengan cakupan wilayah pelayanan jasa seluruh Indonesia.  Bagi Anda yang berada diluar wilayah Jabodetabek, layanan Jasa Pengacara Online tepat untuk anda.

Jika Anda mitra kami, silahkan berkonsultasi, ke 085692293310 atau KLIK . Start your consultation now easy, anywhere, everywhere.

Leave a Reply