You are currently viewing 4 SYARAT SAHNYA PERJANJIAN

4 SYARAT SAHNYA PERJANJIAN

4 SYARAT SAHNYA PERJANJIAN

4 SYARAT SAHNYA PERJANJIAN
4 SYARAT SAHNYA PERJANJIAN

Kali ini kami akan membahas terkait 4 syarat sahnya suatu perjanjian.  Mengingat begitu penting dan begitu kuatnya kekuatan mengikat suatu perjanjian karenanya perjanjian tidak bisa dibuat secara sembarangan.  Terdapat syarat-syarat yang semestinya dipenuhi supaya perjanjian menjadi legal dan mengikat para pihak.

Menurut Pasal 1320 KUHPer, terdapat 4 (empat) macam syarat sahnya suatu perjanjian, yang terdiri dari persyaratan subyektif, dikarenakan berkenaan dengan para subjek dalam perjanjian tersebut yaitu: adanya kesepakatan dan kecakapan dan persyaratan objektif, yaitu persyaratan yang merupakan objek dalam perjanjian tersebut (suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal)

1. Adanya Kesepakatan antara pihak dalam perjanjian (syarat subjektif)

Di dalam proses pembuatan perjanjian, kesepakatan menjadi hal yang wajib antara pihak-pihak terkait.  Kesepakatan ini harus lahir dari kehendak masing-masing para pihak tanpa adanya unsur paksaan, kealpaan, ataupun unsur penipuan.  Biasanya tercantum kata-kata setuju atau sepakat dalam perjanjian tersebut.  Contohnya :

A sepakat untuk menjual mobilnya kepada B dengan harga Rp. xxx dengan termin pembayaran 3 kali selama 3 bulan.

B sepakat untuk membayar mobil A dengan harga Rp. xxx dengan termin pembayaran 3 kali selama 3 bulan.

Apabila dalam perjanjian tersebut, salah satu pihak merasa adanya unsur paksaan terhadap perjanjian jual beli, misalnya, maka pihak tersebut dapat mengajukan pembatalan atas perjanjian jual beli tersebut.

2. Adanya Kecakapan (syarat subjektif)

Dalam Pasal 1329 KUHPerdata menyatakan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian, kecuali apabila menurut undang-undang dinyatakan tidak cakap, dalam Pasal 1330 juga dinyatakan bahwa ada beberapa orang yang dianggap tidak memiliki cakap untuk membuat perjanjian, yaitu:

  • orang yang belum dewasa
  • orang yang ditaruh dibawah pengampuan (curatele or conservatorship), seseorang dianggap berada di bawah pengampuan apabila ia sudah mencapai usia dewasa, akan tetapi karena keadaan mental atau pskikis yang dianggap kurang sempurna, maka dipersamakan dengan orang yang belum dewasa. Contohnya : orang gila, cacat, atau memiliki sifat boros berlebihan.
  • wanita yang telah menikah (namun berdasarkan surat edaran MA No. 3 Tahun 1963, seorang istri sudah dianggap cakap untuk melakukan perbuatan hukum, termasuk membuat perjanjian)

Menurut pasal 330 KUHPerdata, seseorang dianggap dewasa apabila telah berusia 21 tahun atau kurang dari 21 tahun tetapi telah menikah. Kemudian berdasarkan pasal 47 dan Pasal 50 Undang-Undang No 1/1974 menyatakan bahwa kedewasaan seseorang ditentukan bahwa anak berada di bawah kekuasaan orang tua atau wali sampai dia berusia 18 tahun.

Berkaitan dengan wanita yang telah menikah, pasal 31 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 menentukan bahwa masing-masing pihak (suami atau isteri) berhak melakukan perbuatan hukum.

Baca Artikel: Pengertian Perjanjian Perikatan & Unsur-unsur Perjanjian

3. Adanya Suatu Hal Tertentu (syarat objektif)

Dalam Pasal 1333 KUHPerdata dijelaskan bahwa suatu perjanjian wajib memiliki objek  tertentu dan suatu perjanjian haruslah mengenai suatu hal tertentu (certainty of terms), dimana terhadap objek tertentu tersebut, masing-masing pihak memiliki hak dan kewajibannya.

Objek tersebut tidak selalu berbentuk barang/fisik, tetapi juga dapat berupa layanan jasa.  Suatu perjanjian harus memiliki objek yang jelas. Objek tersebut tidak hanya berupa barang dalam bentuk fisik, namun juga dapat berupa jasa yang dapat ditentukan jenisnya.

Sebagai contoh, dalam suatu perjanjian jual beli, Bapak Amir berniat menjual motornya Honda Beat Tahun 2009 dengan harga Rp. 7,5 juta kepada Bapak Danu.  Dalam perjanjian, Bapak Amir secara jelas menyatakan barang apa yang akan dijual beserta jenis, harga, hingga ciri-ciri barang tersebut.

4. Sebab Yang Halal

Syarat terakhir agar suatu perjanjian dapat dikatakan sah secara hukum yaitu adanya kausa hukum yang halal.  Apabila objek dari perjanjian tersebut merupakan barang/jasa ilegal, atau bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, atau bertentangan dengan hukum, maka perjanjian semacam ini tentunya tidak sah dimata hukum.

Contohnya misalnya perjanjian jual beli narkoba, atau jasa penculikan dan lalin sebagainya.

Berdasarkan pemaparan diatas, sebelum membuat perjanjian, perlu diperhatikan dan dipenuhi keempat syarat sah agar perjanjian tersebut sah dimata hukum dan dapat dilaksanakan sesuai hak dan kewajiban masing-masing para pihak.  Syarat-syarat tersebut bertujuan untuk memperjelas sebuah transaksi, atau kerjasama, agar tidak terjadi kerugian dari masing-masing pihak yang terikat.

Jika Anda sedang berencana untuk membuat perjanjian, anda perlu memperhatikan isi perjanjian dengan seksama, apakah hak dan kewajiban sudah sesuai kesepakatan bersama.  Agar dikemudian hari tidak terjadi sengketa, dan terdapat pihak-pihak yang merasa dirugikan dari perjanjian tersebut.

Salah satu layanan kami di JAPLINE adalah pembuatan dan review kontrak/perjanjian.  Jika Anda sedang membutuhkan layanan tersebut, anda dapat menghubungi kami di 085692293310 atau untuk memulai konsultasi di awal secara GRATIS. 

 

Leave a Reply