You are currently viewing YLBHI Duga Ada Upaya Menghalangi Penuntasan Kasus Novel Hingga ke Aktor Intelektual

YLBHI Duga Ada Upaya Menghalangi Penuntasan Kasus Novel Hingga ke Aktor Intelektual

Berita dari Merdeka.com – Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati mengingatkan, kasus penyerangan atau penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan harus dilihat sebagai kejahatan yang terorganisir. Sehingga penuntasan kasus ini tidak boleh berhenti pada dua terdakwa.

Dalam penyelidikan Komnas HAM, peristiwa penyiraman air keras ada hubungannya dengan pekerjaan Novel sebagai penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun dalam perjalanan proses hukum, kasus ini seolah dikerdilkan hanya sebagai upaya penganiayaan.

Terbukti dari pasal yang menjerat dua terdakwa yakni pasal 351 dan 355 KUHP. Pasal yang disangkakan juga memotong indikasi adanya pelaku lain yang diduga merencanakan.

Dia heran ketika dalam dakwaan disebutkan penyerangan terhadap Novel merupakan rencana penganiayaan berat, namun belakangan justru disebut tak sengaja.

“Penuntut umum dalam dakwaan sudah mengatakan, ini ada rencana penganiayaan berat. Entah gimana dalam perjalannya jaksa mengatakan ini jadi suatu tak sengaja,” kata Asfinawati dalam diskusi daring, Rabu (17/6).

Dalam temuan Komnas HAM, sebelum peristiwa penyiraman air keras, ada orang yang mengintai Novel. Sehingga, tidak bisa disimpulkan bahwa penyerangan ini dilakukan spontanitas pelaku.

Asfinawati menduga, ada upaya untuk melindungi aktor intelektual dari kasus Novel. “Ini ada penghalangan pengungkapan kejahatan,” tegasnya.

Dia juga curiga dengan jalannya proses persidangan. Termasuk tuntutan satu tahun terhadap kedua terdakwa. Asfinawati menjabarkan sejumlah tuntutan dan vonis dalam kasus penyiraman air keras yang pernah disidangkan di Indonesia. Kasus penyerangan Novel yang hanya dituntut 1 tahun terbilang jauh lebih rendah dibanding kasus serupa lainnya. Karena rata-rata kasus lainnya bisa mencapai 8-20 tahun penjara.

“Sudah jadi agak umum ada orang dibawa ke pengadilan cuma agar diketok orang tak bersalah. Dan alih-alih jadi pelaku dia bebas seumur hidup. Jadi beberapa kasus ini menunjukkan jauh sekali apa yang dituntut penuntut umum kepada Novel,” ucapnya.

Tagih Komitmen Jokowi

Dalam diskusi yang sama, Juru Bicara PKS Ahmad Fathul Bari mengingatkan kembali komitmen Presiden Joko Widodo untuk menuntaskan kasus penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. Fathul mengatakan, komitmen itu harus dibuktikan hingga penegak hukum mampu mengungkap aktor intelektual dari penyerangan tersebut.

“Komitmen yang ada harus ditunjukan bukti-bukti ke arah pengungkapan kasus ini lebih terbuka akhirnya tuntas sampai pelaku intelektual. Komitmen yang ada harus kedepankan dengan cara dan upaya yang dilakukan,” kata Fathul dalam diskusi daring, Rabu (17/6).

Dia menambahkan, publik bisa menilai ada kejanggalan dari penuntasan kasus Novel Baswedan. Pertama, prosesnya pengungkapan pelaku memakan waktu panjang hingga tiga tahun. Kedua, tuntutan satu tahun karena alasan pelaku tidak sengaja.

“Ini jadi catatan jangan sampai kejanggalan ini akhirnya diduga publik dilakukan dengan kesengajaan. Sehingga konteks sengaja tak sengaja bukan hanya penyiraman tapi proses besar pengungkapan kasus keras,” ujar Fathul.

Dalam pandangannya, banyak hal dalam persidangan yang perlu disoroti. Salah satunya saksi kunci yang tidak dihadirkan. Lalu penelusuran motif pribadi pelaku, hingga air aki yang digunakan pelaku.

“Novel mengharapkan perwakilan penuntut sebagai pihak yang mewakili untuk melakukan penyidikan penuntutan yang membuka ruang keadilan bagi dirinya,” ucapnya.

Penjelasan Istana

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Donny Gahral menjelaskan Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak pernah mengintervensi terkait hukuman yang diberikan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap pelaku penyiraman air keras penyidik KPK Novel Baswedan. Dia menjelaskan mantan Gubernur DKI Jakarta hanya memberikan dukungan untuk penegakan hukum agar keadilan ditegakkan.

“Presiden tidak intervensi. Presiden tidak bisa mencampuri urusan judisial, paling hanya memberikan dorongan penguatan agar, keadilan ditegakkan, dan bisa memuaskan semua pihak,” kata Donny saat dihubungi, Selasa (16/6).

Dia meminta kepada pihak yang tidak menerima dengan keputusan JPU untuk menyelesaikan dengan proses hukum. Dia pun tidak melarang beberapa pihak tertentu untuk membuat kelompok agar penegak hukum berjalan dengan baik.

“Iya sekali lagi kita serahkan pada prosedur yang ada. Apabila dirasa tidak puas, atau terlalu ringan, ya ajukan banding gtu. Jadi saya kira gunakan jalur hukum untuk menyelesaikan masalah itu,” kata Donny. [lia]

Link Gambar dan Berita

Leave a Reply