Apa saja yang perlu diperhatikan agar transaksi jual beli tanah/bangunan siap huni aman dari hal-hal yang tidak kita inginkan? Yuk simak tipsnya..
Objek transaksi jual beli tanah siap huni merupakan transaksi jual beli tanah yang paling aman & efisien, dibandingkan dengan objek transaksi jual beli tanah lainnya.
Khusus untuk transaksi jual beli tanah dan bangunan rumah yang diatasnya sudah siap huni, terdapat beberapa pengetahuan dan persiapan yang harus dilakukan sebelum transaksi, pada saat proses transaksi dan setelah transaksi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam transaksi ini:
- Pengecekan Objek : Walaupun objek jual beli sudah siap huni, konsumen tetap perlu melakukan beberapa pengecekan sebelum melakukan transaksi, antara lain: mengecek sertifikasi hak, masih induk atau telah dipecah, mengecek kondisi fisik bangunan rumah, mengecek IMB, mengecek siteplan perumahan, mengecek sarana, fasilitas umum dan sosial sekitarnya.
- Proses Transaksi : Pada saat proses transaksi, pada umumnya konsumen diwajibkan membayar harga jual yang telah ditentukan secara bertahap atau melalui mekanisme KPR (Kredit Kepemilikan Rumah), dan setelah dilunasi atau dana KPR Bank telah dicairkan, selanjutnya dibuat AJB (Akta Jual Beli) didepan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) yang ditunjuk oleh pengembang.
- Masa Pemeliharaan : Yaitu masa setelah proses transaksi selesai, dan konsumen telah menempati/menerima bangunan rumah. Masa pemeliharaan adalah waktu garansi dari pengembang terhadap fisik bangunan yang telah diselesaikan sekitar 100 hari sejak serah terima bangunan. Jika dalam rentang waktu tersebut terdapat kerusakan/ketidaksesuaian fisik bangunan sesuai perjanjian, yang merupakan kesalahan dari pengembang, maka konsumen dapat meminta ganti rugi terhadap pekerjaan tersebut secara gratis.
- Proses Pendaftaran Peralihan Hak : Menurut ketentuan yang berlaku, pengembang/developer wajib mengantongi sertifikat Hak Guna Bangunan induk/per kavling atas nama perusahaan pengembang. Sehingga nantinya setelah seluruh proses transaksi tersebut selesai, maka pengembang bertanggung jawab untuk memecah sertifikat induk ke atas masing-masing konsumen/pembeli. Dikarenakan sertifikat induk berstatus Hak Guna Bangunan, maka nantinya konsumen juga akan menerima sertifikat pecahan dengan status yang sama. Lalu atas sertifikat HGB tersebut, nanti dapat diajukan permohonan peningkatan hak menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) oleh masing-masing konsumen, atau dapat diurus sekalian dalam proses transaksi jual beli oleh pengembang/developer sesuai kesepakatan keduanya.
Baca juga mengenai Tips Membeli Rumah Aman berikut ini.