Proses Pemeriksaan Perkara Perdata

Proses persidangan merupakan salah satu aspek hukum formil yang harus dilakukan oleh Hakim untuk dapat memberikan Putusan dalam perkara/kasus perdata. Proses pemeriksaan persidangan perkara perdata di Pengadilan yang dilakukan oleh Hakim, secara umum diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pada garis besar, proses persidangan perdata pada peradilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri terdiri dari 4 (empat) tahap sebagai berikut:

  • Tahap mediasi

Pada hari sidang yang telah ditetapkan oleh Majelis Hakim, Penggugat dan Tergugat (“Para Pihak”) telah hadir, maka Majelis Hakim sebelum melanjutkan pemeriksaan, wajib untuk mengusahakan upaya perdamaian dengan Mediasi, yaitu suatu cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator. Mediator adalah pihak netral yang membantu Para Pihak yang berperkara dalam perundingan untuk mencari penyelesaian secara mufakat. Mediator dapat merupakan seorang Hakim Pengadilan (yang bukan memeriksa perkara) dan dapat juga merupakan seseorang dari pihak lain yang sudah memiliki sertifikat sebagai Mediator.

Pada kesempatan tersebut Para Pihak akan mengajukan apa yang menjadi tuntutannya secara berimbang untuk mendapatkan titik temu dalam penyelesaian sengketa secara win-win solution. Apabila dalam proses ini telah tercapai kesepakatan, maka dapat dituangkan dalam suatu akta perdamaian yang ditandatangani oleh Para Pihak dan diketahui oleh Mediator. Akta kesepakatan ini disampaikan kepada Majelis Hakim untuk mendapatkan Putusan Perdamaian. Akan tetapi sebaliknya, jika dalam jangka waktu tersebut tidak tercapai perdamaian dan kesepakatan, maka Mediator akan membuat laporan kepada Majelis Hakim yang menyatakan Mediasi telah gagal dilakukan.

  • Tahap Pembacaan Gugatan (termasuk Jawaban, Replik, dan Duplik)

Apabila Majelis Hakim telah mendapatkan pernyataan Mediasi gagal dari Mediator, maka pemeriksaan perkara akan dilanjutkan ke tahap ke-2 yaitu pembacaan surat Gugatan. Kesempatan pertama diberikan kepada pihak Penggugat untuk membacakan surat Gugatannya. Pihak Penggugat pada tahap ini juga diberikan kesempatan untuk memperbaiki surat Gugatannya apabila terdapat kesalahan-kesalahan, sepanjang tidak merubah pokok Gugatan, bahkan lebih dari itu pihak Penggugat dapat mencabut Gugatannya. Kedua kesempatan tersebut diberikan sebelum Tergugat mengajukan Jawabannya.

Setelah pembacaan surat Gugatan, maka secara berimbang kesempatan kedua diberikan kepada pihak Tergugat atau kuasanya untuk membacakan Jawabannya. Jawaban yang dibacakan tersebut dapat berisikan hanya bantahan terhadap dalil-dalil Gugatan itu saja, atau dapat juga berisikan bantahan dalam Eksepsi dan dalam pokok perkara. Bahkan lebih dari itu, dalam Jawaban dapat berisi dalam rekonpensi (apabila pihak Tergugat ingin menggugat balik pihak Penggugat dalam perkara tersebut).

Acara jawab-menjawab ini akan berlanjut sampai dengan Replik dari pihak Penggugat dan Duplik dari pihak Tergugat. Replik merupakan penegasan dari dalil-dalil Penggugat setelah adanya Jawaban dari Tergugat, sedangkan Duplik penegasan dari bantahan atau Jawaban Tergugat setelah adanya Replik dari Penggugat. Dengan berlangsungnya acara jawab-menjawab ini sampai kepada duplik, akan menjadi jelas apa sebenarnya yang menjadi pokok perkara antara pihak Penggugat dan Tergugat.

Dalam tahap ke-2 ini sudah dapat kita lihat, bahwa semua pihak diberi kesempatan yang sama dalam mengemukakan sesuatu untuk mempertahankan dan membantah suatu Gugatan terhadapnya. Kesempatan yang sama juga akan kita lihat ketika nanti dalam tahap Pembuktian.

  • Tahap Pembuktian

Tahap Pembuktian merupakan tahap yang cukup penting dalam semua proses pemeriksaan perkara, karena dari tahap ini nantinya yang akan menentukan apakah dalil Penggugat atau bantahan Tergugat yang akan terbukti. Dari alat-alat bukti yang diajukan Para Pihak, Majelis Hakim dapat menilai peristiwa hukum apa yang terjadi antara Penggugat dengan Tergugat sehingga terjadi perkara. Dari peristiwa hukum yang terbukti tersebut nantinya Majelis Hakim akan mempertimbangkan hukum apa yang akan diterapkan dalam perkara dan memutuskan siapa yang menang dan kalah dalam perkara tersebut

Untuk membuktikan suatu peristiwa yang diperkarakan, Hukum Acara Perdata sudah menentukan alat-alat bukti yang dapat diajukan oleh Para Pihak di persidangan, yaitu disebutkan di dalam Pasal 164 HIR atau Pasal 284 Rbg yaitu:

  1. Surat
  2. Saksi
  3. Persangkaan
  4. Pengakuandan
  5. Sumpah.
  • Tahap Kesimpulan

Para Pihak menyatakan secara tegas untuk tidak mengajukan Kesimpulan, akan tetapi memohon kebijaksanaan Hakim untuk memutus dengan seadil-adilnya. Sebenarnya, kesempatan pengajuan Kesimpulan sangat perlu dilaksanakan oleh kuasa hukum Para Pihak, dikarenakan melalui Kesimpulan inilah seorang kuasa hukum akan menganalisis dalil-dalil Gugatannya atau dalil-dalil Jawabannya melalui Pembuktian yang didapatkan selama persidangan. Dari analisis yang dilakukan itu akan mendapatkan suatu Kesimpulan apakah dalil Gugatan terbukti atau tidak, dan kuasa Penggugat memohon kepada Majelis Hakim agar gugatan dikabulkan. Sebaliknya kuasa Tergugat memohon kepada Majes Hakim agar gugatan Penggugat ditolak.

Bagi Majelis Hakim yang akan memutuskan perkara, Kesimpulan sangat membantu dalam merumuskan pertimbangan hukumnya. Majelis Hakim akan menilai analisis hukum Kesimpulan yang dibuat oleh kuasa hukum Para Pihak, dan akan dijadikan bahan pertimbangan dalam Putusan, apabila analisis tersebut cukup rasional dan beralasan hukum.

  • Tahap Putusan

Setelah melalui beberapa proses dan tahapan persidangan, maka sampailah pada proses dan tahapan terakhir, yaitu pembacaan Putusan. Menurut Sudikno Mertokusumo, Putusan Hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara Para Pihak. Selanjutnya dikatakan, bahwa suatu putusan Hakim terdiri dari 4 (empat) bagian, yaitu:

  1. Kepala Putusan
  2. Identitas Para Pihak
  3. Pertimbangan
  4. Amar

Setiap Putusan pengadilan haruslah mempunyai kepala pada bagian atas Putusan yang berbunyi: “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kepala Putusan ini memberi kekuatan eksekutorial pada Putusan. Selain kepala Putusan pada halaman pertama dari Putusan, juga dicantumkan Identitas Para Pihak, yaitu pihak Penggugat dan pihak Tergugat secara lengkap sesuai dengan surat Gugatan dari Penggugat.

This Post Has One Comment

Leave a Reply