Berita hukum dikutip dari Kumparan News.
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra tidak sependapat dengan pemerintah yang mempertimbangkan untuk mengeluarkan status Darurat Sipil guna penanggulangan wabah virus corona. Kebijakan Darurat Sipil sedang dipertimbangkan untuk disandingkan dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Yusril berpendapat bahwa kebijakan Darurat Sipil tidak relevan untuk menangani penyebaran corona. Sebab, kebijakan yang diatur dalam Perppu Nomor 23 Tahun 1959 itu lebih tepat untuk mengatasi kerusuhan.
“Pasal-pasal dalam Perppu Nomor 23 Tahun 1959 yang mengatur Darurat Sipil itu tidak relevan dengan upaya untuk melawan merebaknya wabah virus corona. Pengaturannya hanya efektif untuk mengatasi pemberontakan dan kerusuhan, bukan mengatasi wabah yang mengancam jiwa setiap orang,” kata Yusril dalam keterangan tertulisnya, Selasa (31/3).
“Ketentuan lain seperti melakukan razia dan penggeledahan hanya relevan dengan pemberontakan dan kerusuhan. Begitu juga pembatasan penggunaan alat-alat komunikasi yang biasa digunakan sebagai alat untuk propaganda kerusuhan dan pemberontakan juga tidak relevan,” ungkap Yusril.
Ia menambahkan lagi, bahwa dalam Perppu tersebut, keramaian orang masih diperbolehkan. Sepanjang ada izin dari Penguasa Darurat.
Malah, lanjut dia, ada pasal yang justru membolehkan orang berkumpul. Hal itu dinilai justru tak efektif dalam melawan penyebaran corona.
“Bahkan ada pasal yang kontra produktif karena Penguasa Darurat tidak bisa melarang orang berkumpul untuk melakukan kegiatan keagamaan termasuk pengajian-pengajian. Aturan-aturan seperti ini tidak relevan untuk menghadapi wabah corona,” ujar Yusril.