You are currently viewing Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja

Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja

Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja

Pada artikel kali ini akan dibahas terkait omnibus law cipta lapangan kerja. Beberapa waktu belakangan ini, terdapat istilah omnibus law yang memicu banyak pro kontra di negara kita.

Istilah ini dilontarkan oleh Presiden Joko Widodo saat pelantikan presiden pada bulan Oktober 2019 yang lalu.

Apa itu Omnibus Law

Secara harfiah, omnibus law berarti hukum untuk semua.  Istilah ini berasal dari bahasa latin yakni omnis yang artinya “untuk semua” atau “banyak”.

Menurut Brian A Garner, dalam Black Dictionary Ninth Edition, beliau menjelaskan bahwa:

Omnibus: relating to or dealing with numerous objects or items at once; including many things or having various purposes”.

Yang berarti bahwa omnibus law berkaitan atau berurusan dengan berbagai objek sekaligus, yang memiliki berbagai tujuan.

Skema peraturan ini dikenal sejak 1840, dan merupakan jenis aturan yang bersifat komprehensif atau menyeluruh.

Jadi Omnibus law dapat diartikan sebagai regulasi atau Undang-Undang (UU) yang mencakup berbagai isu atau topik

Mengapa pemerintah perlu membuat omnibus law?  Berdasarkan data dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia tercatat, dalam periode 2014 hingga Oktober 2018, pemerintah telah menerbitkan 8.945 regulasi. Terdiri dari 107 Undang-Undang, 765 Peraturan Presiden, 7.621 Peraturan Menteri, 452 Peraturan Pemerintah.

Sehingga Pemerintah menganggap regulasi yang ada terlalu banyak dan menyebabkan tumpang tindih serta yang pada akhirnya membuat berbagai hambatan terkait proses prosedural diberbagai bidang sektor.

Pengertian Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja

Menurut Rancangan Undang-undang Cipta Lapangan Kerja (RUU Cipta Lapangan Kerja), Cipta Kerja adalah upaya penciptaan kerja melalui usaha kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha, dan investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional.

Tujuan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja

Berdasarkan Pasal 3 RUU Cipta Lapangan Kerja, dijelaskan bahwa tujuan dari dibuatnya RUU Cipta Lapangan Kerja adalah untuk menciptakan lapangan kerja yang seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia secara merata. Berikut poin-poin yang tertuang yang bertujuan  memenuhi penghidupan yang layak:

  • Kemudahan, Perlindungan dan Pemberdayaan UMKM serta Perkoperasian
  • Peningkatan ekosistem investasi
  • Kemudahan berusaha
  • Peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja, dan
  • Investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional

Kenapa Omnibus Law Ditolak?

Draft RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja sudah disodorkan pemerintah. Sayang, buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak. Alasannya bahwa dalam draft RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja tersebut tidak ada kepastian kerja, jaminan sosial, dan pendapatan.

Bahkan sampai dengan tanggal 16 Juli 2020, masih terdapat demo baik dari serikat buruh maupun mahasiswa yang menolak RUU ini dikarenakan mereka menganggap bahwa muatan dalam RUU ini disiapkan untuk kepentingan investor dan pengusaha.

Berikut ini point-point yang menjadi penolakan maupun dari serikat buruh yang menurut mereka bertentangan dengan kelangsungan hidup pekerja:

  • Pertama, di dalam pasal terkait upah minimum dikenal dua istilah upah berdasarkan per satuan waktu dan upah per satuan hasil. Upah per satuan waktu ini artinya upah dibayar per jam. Dengan demikian, ketentuan upah minimum dengan sendirinya hilang.
  • Kedua, tidak adanya perlindungan hukum atau sanksi yang diberikan kepada perusahan yang tidak membayarkan hak buruh sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Musababnya, di dalam Omnibus Law Cipta Kerja disebutkan bahwa upah diberikan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Hal ini dinilai dapat merugikan kaum buruh.
  • Ketiga, ketentuan pesangon dihilangkan. Padahal, dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, ada ketentuan tentang pesangon, penggantian masa kerja, dan penggantian hak. Dalam Omnibus Law Cipta Kerja, penggantian hak yang harus disepakati kedua belah pihak dihilangkan.
  • Keempat, Omnibus Law membolehkan pekerja outsourcing dan pekerja kontrak tanpa batasan waktu dan tanpa batasan jenis pekerjaan. Sebelumnya, dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 65 disebutkan outsourcing hanya untuk jenis pekerjaan penunjang seperti cleaning service, petugas keamanan (security), sopir pribadi, dan jasa katering perusahaan. Namun, di draft Omnibus Law Cipta Kerja, ketentuan pasal 65 dihapus.
  • Kelima, yang ditolak oleh KSPI secara berurutan adalah jam kerja yang eksploitatif. Keenam, potensi penggunaan tenaga kerja asing buruh kasar yang bebas. Ketujuh, pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dipermudah.
  • Kedelapan, hilangnya jaminan sosial bagi pekerja khususnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun.
  • Kesembilan, tidak adanya batasan pekerja kontrak.

Sumber: Point-point yang ditolak KSPI 

Demikian beberapa hal yang dapat kami rangkum terkait omnibus law lapangan cipta kerja.  Mari kita tunggu hasil akhirnya setelah ditetapkan nanti.

Apabila Anda membutuhkan jasa pengacara, silahkan menghubungi kami, JAPLINE di WA 085692293310 atau KLIK .

 

 

Leave a Reply